Derai tetesan tinta menyebar kini di sela-sela jemari
Tersurat sebuah cipta dari gugusan bintang-bintang
aksara mati
Menyudahi setiap kekacauan nalar nan tersungkur ke
dalam imaji
Kini sudah sampai pandangku pada lembaran keterpurukan
Ya, tercatat dalam angkasa fikirku
Aku kini kembali bersuara dalam bungkamku
Hela nafas ini menyadarkan sisi gelapku
Berulang kali semua ini menjadi dimensi tak terukur
Mengeruh bagai langit yang bias dalam nuansa abu
Sampai akhirnya bercucuran sudah air bahtera
langitku
Namun kembali suara itu hanya terdengar dalam bisu
Sebagai pelbagai lidah yang tersiksa dalam kelu ini
Kusampaikan pada ribuan mata yang terhanyut dalam
kepalsuan surga duniawi
Kelak , suatu saat kau akan bertepi
Pada kesudahan yang di situ kau hanya bisa menatap
lirih
Sembari tersenyum dan berkata "semua ini
hanyalah ilusi dalam tempurung tak berisi"
Ya, asing memang kalau kau belum sampai ke tepi
Tak perlu kau bedah isi kepala itu
Karena ini semua hanya ada di balik degupan jantung
yang tak henti merapal setiap kepastian
Dalam binar cahaya lampu kamar nan redup
Garis demi garis terhubung menjadi simetris
Berimbuh dalam kata-kata pujangga dahulu
Bahwasanya penyesalan terdalam ada dalam setiap ucap
yang tak mau mendengar
Keindahan itu hanyalah semu
Sementara kepalsuan yang kau buat
Itulah kenyataan yang lesap terlupa
Lesap , jauh terkubur dalam media angan dan inginmu
Ini sekedar ujarku, tak perlu kau risaukan
Karena ini hanya sebagian kecil
Dari lembaran perjalanan panjang terdahulu
Ya, bekas potongan-potongan puzzle dalam rinduku
Terhadap suara nan selalu menyeruku dalam keheningan
Sampai bersapa di akhir masa tinta ini habis dalam
ukiran detik waktu
Kini bukanlah kemarin ketika aku berucap lebih
Ini bukan pula keinginan
Karena semua sudah sampai dan bertepi
Dalam ruang nyata di balik senyumku dan kalian nan
mengemban bahasa kalbu
Di dermaga ini aku berdiri dalam tenang
Terasing dan terurai sampai menjadi abu
3 Januari 2023
Ksatria langit
Dengarlah, wahai sang pengembara waktu