Di antara bingkai sederhana ruas jendele. Diluar mawar hanya dapat melambai, tak dapat beranjak dari pot yang tergantung di langit-langit teras, tempat kita sering bercanda gurau, menyaksikan cericit hangat dari fajar.
Menghabiskan waktu berdua, hingga tak sadar mentari telah merangkak menujuh pertengahan, yang berakhir pada langit jingga, lalu menorehkan tinta emas yang mengisahkan cerita kita hari ini.
Alur kisah yang cukup membosankan, namun terlalu sering kita menorehkan narasi yang sama di setiap dentang jam dan tiba pada bait-bait waktu yang bercerita hari.
Musim berlalu sangat cepat, di penghujan yang tak nampak sebersit cahaya menghangatkan dari fajar atau mungkin senja. Kita Memadukan diri dalam kelabu yang menyelimuti, merajut kehangatan dari segelas Teh yang tersuguh di depan perapian rumahmu.
Memetik nada-nada sederhana dari senar gitar yang kubawa pagi tadi.
Suasan sunyi di guyur hujan, teriring kilatan di langit kelabu, lalu di susul gemuru bergelegar, Seketika tersulap menjadi penuh warana. Kau bernanyi mengikuti nada sederhana yang di sumbangkan dari jemari sedang bermain di antara selah nilon yang kian mengetat.
Sial,
Sering sekali aku terpukau melihat bidadari yang memasang wajah polos sedang kebingungan mencari nada dan menempatkan kalimat pas agar seirama dengan gitar tua yang sedang ku pangku. Tidak jarang menggerutu saat ku jahili mengacak rambut hingga mencubit pipinya dengan lembut, kita mesrah kala itu.
Tak terasa tiga kali desember kita lalui, kehangatan yang dari awal hingga kini masih terjaga, tersusun rapi dalam laci asmara kau dan aku.
Mr.x
