Aku singgah di sebuah kota Yang masyarakatnya begitu ramah dengan keanekaragaman sumber daya alamnya.
terlihat beberapa Nelayan di pinggir pantai sedang mengutak-utik perahunya. mencoba mempersiapkan perlengkapan melaut nanti malam.
Aku mengabadikan foto mereka dalam kamera kecil yang selalu aku bawa kemanapun aku pergi, guna untuk sebuah dokumentasi. mengambil sudut pandangan yang berbeda dan menarik, yang mungkin sangat jarang aku saksikan di kota-kota besar.
Anak-anak kecil tertawa ringan, sambil berlarian dengan teman sebayanya menuju pinggir pantai, tapi sayang pantai teman mereka bermain itu terlihat kecokelatan sampah plastik juga banyak berserakan di pantai itu.
Anak-anak kecil itu mungkin tak ambil pusing, karena bagi mereka pantai adalah tempat yang menyenangkan untuk bermain.
aku sempat berbincang dengan salah satu nelayan di pantai itu, sambil memandangi anak-anak kecil yang sedang asyik bermain di pinggir pantai itu.
dia berkata padaku
"10 tahun lalu dek, pantai di sini airnya sangat jernih, bahkan dulu terumbu karang terlihat jelas, dari tempat kita duduk sekarang. tapi entahnya sekarang laut disini sudah berbeda jauh ketika bapak masih seusia kau, kini laut di sini sudah kotor, tercemar limbah dan sampah plastik".
Aku yang mendengar perkataan bapak itu tak habis pikir, masa iya, pantai ya aku lihat sekarang ini pernah sangat indah beberap tahun yang lalu? karena yang aku lihat saat ini, pantai ini airnya cokelat dan banyak sampah berserakan di mana-mana.
Akupun bertanya asal kepada bapak nelayan itu. "memang sebenarnya Alam yang bergantung sama kita, atau kita yang bergantung sama Alam sih pak?"
"Jelas kita dek yang bergantung sama alam, tapi terkadang kita toh yang serakah dan sombong, kayanya kita bisa tuh dek mengendalikan alam".
"Bapak kenapa masih jadi nelayan pak? kan sekarang laut di sini udah tercemar limbah dan sampah pak? kenapa ga kerja aja jadi karyawan gitu pak, kan lebih jelas hasilnya".
"Loh dek, ini kan yang bapak bisa kerjakan dek, bapaknya mau jadi orang-orang berdasi di gedung - gedung sana, yang tinggal duduk manis terus dapat uang banyak".
"Oalah gitu ya pak".
Obrolan ringanku di sore hari itu bersama seorang nelayan tua yang masih mengabdikan sisa hidupnya sebagai nelayan tradisional di sebuah laut yang sudah tercemar dan pastinya untuk hasil ikannya sangat sedikit ia dapatkan.
perjalananku kali ini, telah membuka baru sudut pandang dan realita yang ada nyatanya, tapi terkadang luput dari penglihatanku karena terbuai akan kesenanganku di kota tempatku tinggal.
Mungkin pekerjaan nelayan, tidak sehebat orang-orang berdasi di gedung - gedung sana, tapi itu sebuah pekerjaan yang mulia, walau hasil pendapatannya sangat sedikit. banyak dan sedikit lagi-lagi membuat kita akan lupa batasan - batasan kita, meraup apa yang mau kita ambil selagi kita bisa, tak peduli nanti laut tercemar atau tidak, tidak perduli lingkungan akan tercemar atau tidak. mengatasnamakan keuntungan, kita manusia menjelma menjadi mahluk yang lebih buas dari singa, lebih liar dari serigala dan lebih berbisa dari Ular.
Sumatera Selatan
21 Agustus 2015
Fah
No comments:
Post a Comment